Paspamres terdiri dari prajurit pilihan dari berbagai cabang kesatuan khusus dan elit di Tentara Nasional Indonesia (TNI). Seperti dari Kopassus, Kostrad, Raider, Marinir, Kopaska, Paskhas dan Polisi Militer. Sebelum reformasi, juga direkrut dari Polri (Masa ABRI).
Dikutip dari ppid.tni.mil.id, Paspamres terbentuk di zaman Proklamasi Kemerdekaan Republik Indonesia, kelahiran TNI dan Polri. Ketika itu, para pemuda pejuang tergerak untuk mengambil peranan mengamankan Presiden. Para pemuda tersebut terdiri dari Kesatuan Tokomu Kosaku Tai yang merupakan cikal bakal dari Detasemen Kawal Pribadi (DKP), berperan sebagai pengawal pribadi, dan pemuda mantan anggota kesatuan PETA (Pembela Tanah Air) berperan sebagai pengawal Istana Negara.
Situasi keamanan awal kemerdekaan Republik Indonesia sangat memprihatinkan dan membahayakan keselamatan Presiden, dengan didudukinya Jakarta oleh Belanda. Pada Tanggal 03 Januari 1946, Sekretaris Negara Abdoel Gaffar Pringgodigdo mengeluarkan perintah untuk melaksanakan operasi penyelamatan pimpinan nasional. Operasi ini kemudian dikenal dengan istilah "Hijrah ke Yogyakarta". Dalam pelaksanaan operasi penyelamatan itu, terjadi kerja sama antara kelompok pengamanan yang terdiri dari unsur TNI yang dipimpin oleh Letda Cpm Sukotjo Tjokro Atmodjo dan unsur Kepolisian. Untuk mengenang keberhasilan menyelamatkan Presiden Republik Indonesia yang baru pertama kalinya dilaksanakan tersebut, maka tanggal 03 Januari 1946 dipilih sebagai Hari Bhakti Paspampres. Pada Hari Jumat Tanggal 03 January 2025.
Setelah itu, pengamanan pribadi terhadap Presiden Sukarno dilakukan oleh Detasemen Kawal Pribadi (DKP) dari unsur Kepolisian dibawah pimpinan AKP Mangil Martowidjojo, dan pengawalan Istana dilaksanakan oleh para pemuda mantan PETA.
Namun dalam perjalanannya, berbagai upaya percobaan pembunuhan terhadap Presiden Sukarno, membuat Menkohankam/KASAB (Kepala Staf Angkatan Bersenjata) Jenderal Abdul Haris Nasution, mengusulkan untuk membentuk sebuah pasukan khusus pengawal Presiden. Dikenal dengan nama Resimen Tjakrabirawa.
Usai peristiwa G30S/PKI tahun 1965 yang melibatkan beberapa oknum anggota Resimen Tjakrabirawa, maka Menteri Panglima Angkatan Darat Jenderal Soeharto mengeluarkan surat perintah Nomor PRIN.75/III/1966 tanggal 23 Maret 1966. Isinya serah terima penugasan dari Resimen Tjakrabirawa kepada Polisi Militer Angkatan Darat yang saat itu dipimpin oleh Direktur Polisi Militer Angkatan Darat, Brigadir Jenderal TNI Sudirgo.
Surat perintah itu kemudian ditindak lanjuti dengan Surat Keputusan Nomor: Kep-011/AIII/1966 tanggal 25 Maret 1966 tentang pembentukan Satuan Tugas Polisi Militer Angkatan Darat (Satgas POMAD) dengan Letkol Cpm Norman Sasono sebagai Komandan Satgas Pomad Para.
Kemudian, organisasi Satgas Pomad Para dilikuidasi berdasarkan Surat Perintah Menhankam Pangab Nomor Sprin/54/I/1976 tanggal 13 Januari 1976 menjadi Pasukan Pengawal Presiden (Paswalpres). Tanggal 16 Februari 1988, berdasarkan Surat Keputusan Pangab Nomor Kep /02/II/1988, maka Pasukan Pengawal Presiden diubah menjadi Pasukan Pengamanan Presiden (Paspamres).
Untuk melaksanakan tugasnya, Paspampres terbagi atas tiga Grup yaitu Grup A bertugas mengamankan Presiden beserta Keluarga, Grup B bertugas mengamankan Wakil Presiden beserta keluarga dan Grup C bertugas mengamankan Tamu Negara setingkat Kepala Negara/Kepala Pemerintahan, serta Batalyon Pengawalan Protokoler Kenegaraan (Yonwalprotneg), Skadron Kavaleri Panser (Dronkavser), Detasemen Musik Militer, serta beberapa Detasemen Pendukung lainnya.
Reporter : Redaksi