Media Aktivis Indonesia.Com | Kabupaten Siak Riau – Isu pungutan sebesar Rp 500 ribu untuk pemilihan Ketua Rukun Tetangga (RT) di Kelurahan Kandis Kota, Kecamatan Kandis, Kabupaten Siak, telah menuai sorotan tajam dari berbagai pihak, termasuk aktivis sosial dan lembaga bantuan hukum. Praktik ini diduga menyebabkan beberapa calon Ketua RT mengundurkan diri karena keberatan dengan besarnya pungutan tersebut. Pada Hari Senin 13 Januari 2025.
Calon Rukun Tetangga (RT) sebanyak 61 orang dan Rukun Warga (RW) sebanyak 19 orang. Ironis dalam pemilihan tersebut semua calon kandidat di duga di pungut biaya sebesar 500 ribu rupiah.
Miswan MP, yang juga menjabat sebagai Bendahara Perkumpulan Pers Daerah Seluruh Indonesia (PPDI), bersama dengan Lembaga Bantuan Hukum Cendrawasih Celebes Indonesia (CCI) dan Laskar Anti Korupsi Sawerigading Republik Indonesia (LASKRI), menyampaikan kritik tajam terhadap kebijakan ini. Menurutnya, pungutan tersebut tidak hanya membebani calon Ketua RT, tetapi juga berpotensi melanggar aturan hukum yang berlaku.
Calon Ketua RT Mundur Akibat Beban Pungutan
Banyak calon Ketua RT di Kelurahan Kandis Kota dilaporkan mengundurkan diri karena merasa tidak mampu memenuhi tuntutan biaya tersebut. Kondisi ini memicu kekhawatiran bahwa pemilihan Ketua RT dapat kehilangan esensi demokratisnya jika hanya mereka yang mampu secara finansial yang bisa maju sebagai calon.
Salah seorang calon Ketua RT yang enggan disebutkan namanya mengungkapkan, “Kami ingin melayani masyarakat, tetapi adanya pungutan ini membuat kami kesulitan. Ini bukan soal keinginan untuk maju, tetapi kami tidak ingin memulai dengan beban utang.”
Pihak Kelurahan Membantah
Martinus SP, Lurah Kandis Kota, membantah tudingan adanya pungutan resmi yang diinstruksikan oleh pihak kelurahan. “Kami tidak pernah memerintahkan adanya pungutan untuk pemilihan Ketua RT. Jika ada hal seperti itu, mungkin itu inisiatif pihak tertentu yang tidak kami ketahui,” jelas Martinus.
Ia juga menambahkan bahwa pihak kelurahan siap melakukan investigasi jika ada laporan resmi terkait dugaan pungutan tersebut.
Dasar Hukum: Pungutan Tak Berdasar dan Berpotensi Ilegal
Menurut Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2014 tentang Administrasi Pemerintahan, setiap pungutan oleh lembaga pemerintah atau aparatur negara harus memiliki dasar hukum yang jelas. Pungutan yang tidak memiliki payung hukum dapat dianggap sebagai pungutan liar (pungli) yang bertentangan dengan hukum.
Selain itu, Pasal 368 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) menyatakan bahwa memaksa seseorang untuk memberikan sesuatu, baik berupa uang maupun barang, di luar ketentuan resmi dapat dikategorikan sebagai tindak pidana pemerasan.
Miswan MP menegaskan bahwa praktik semacam ini tidak boleh dibiarkan. “Kami meminta pemerintah daerah untuk turun tangan dan mengusut tuntas kasus ini. Jika ada pelanggaran hukum, pelakunya harus diberikan sanksi tegas,” ujarnya.
Aktivis sosial mendesak agar pemerintah daerah Kabupaten Siak, khususnya Dinas Pemberdayaan Masyarakat dan Desa (PMD), segera mengeluarkan pernyataan resmi dan memastikan tidak ada pungutan yang memberatkan calon Ketua RT. Mereka juga meminta adanya transparansi dan pengawasan dalam pelaksanaan pemilihan Ketua RT di Kelurahan Kandis Kota.
Sementara itu, Lembaga Bantuan Hukum CCI dan LASKRI menyatakan siap memberikan pendampingan hukum kepada calon Ketua RT yang merasa dirugikan akibat pungutan ini.
Kasus ini menjadi perhatian publik dan menjadi pengingat pentingnya transparansi dan keadilan dalam proses pemilihan aparatur masyarakat. Pemerintah diharapkan segera mengambil langkah tegas untuk menjaga kepercayaan masyarakat terhadap sistem pemerintahan.
Reporter : Wakil Ketua Intelijen Investigasi & Monitoring
Miswan MP