Breaking News

Konflik Agraria Memanas di Dadapan, Warga Tebang Pohon Produktif di Lahan KUD Tanpa Izin



Mediaaktivisindonesia.com | BANYUWANGI — Konflik agraria kembali mencuat di wilayah Desa Dadapan, Kecamatan Kabat, Banyuwangi, setelah dua warga berinisial ML dan SM dilaporkan melakukan penebangan sejumlah pohon produktif yang berdiri di atas lahan milik Koperasi Unit Desa (KUD) pada Senin (14/7/2025) pagi. Pohon kelapa dan pisang yang ditebang diketahui telah tumbuh selama puluhan tahun dan menjadi sumber penghidupan keluarga Mager Sari, penghuni lahan tersebut sejak lama.

Aksi sepihak ini memicu keresahan di tengah masyarakat. Selain menimbulkan potensi kerugian materiil, penebangan tersebut juga dinilai sebagai bentuk perusakan lingkungan hidup yang dapat dikenai sanksi pidana.

“Tanaman itu dirawat sejak lama oleh keluarga Mager Sari. Kalau memang ada klaim atau persoalan waris, ya seharusnya diselesaikan secara hukum, bukan dengan cara tebang sendiri,” ujar seorang warga setempat yang enggan disebutkan namanya.

Kasus ini menyorot perhatian publik karena menyentuh dua persoalan mendasar: hak atas tanah dan perlindungan lingkungan hidup. Status lahan yang secara administratif masih tercatat sebagai milik KUD, namun telah lama dihuni dan dimanfaatkan keluarga Mager Sari, membuat konflik ini memiliki dimensi hukum dan sosial yang kompleks.

Jika penebangan dilakukan tanpa dasar hukum dan izin yang sah, pelaku berpotensi melanggar UU No. 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup, serta pasal-pasal terkait dalam KUHP mengenai perusakan barang milik orang lain.

Pihak keluarga Mager Sari pun menyatakan tengah menyiapkan pelaporan ke aparat penegak hukum. Mereka mendesak agar proses hukum ditegakkan secara transparan dan tidak memihak, demi menjaga ketertiban dan hak masyarakat kecil yang sering terpinggirkan dalam sengketa agraria.

Menanggapi polemik yang berkembang, Kepala Desa Dadapan, Jajuli, memberikan klarifikasi bahwa tindakan penebangan tersebut dilakukan atas instruksi salah satu pihak yang mengklaim sebagai ahli waris sah lahan tersebut.

“Itu bukan pengerusakan. Mereka hanya disuruh oleh salah satu ahli waris asli warga Dadapan yang baru pulang dari Jakarta setelah merantau selama 34 tahun. 

Ia datang ke kantor desa untuk klarifikasi status tanah, dan kini tengah mengurus dokumen waris di BPN Banyuwangi,” jelas Jajuli, saat dihubungi melalui sambungan telepon.

Ia juga mengakui bahwa sempat terjadi miskomunikasi yang memicu ketegangan antar warga. Namun, Kades Dadapan menyatakan bahwa situasi kini telah mereda dan semua pihak diminta menahan diri sembari menunggu proses hukum dan administrasi yang sedang berjalan.

Warga Dadapan berharap, aparat penegak hukum khususnya pihak kepolisian, BPN, serta dinas lingkungan hidup, segera turun tangan untuk mengusut tuntas insiden ini dan memastikan bahwa proses hukum berjalan adil. 

Mereka menekankan bahwa pembiaran terhadap tindakan sepihak seperti ini, hanya akan membuka ruang konflik lebih luas dan memperburuk kepercayaan publik terhadap sistem keadilan.

“Kami tidak menolak ahli waris kalau memang ada. Tapi semua harus dibuktikan dan diputuskan secara sah, bukan dengan tindakan sepihak. Negara tidak boleh kalah oleh arogansi,” tegas seorang tokoh masyarakat setempat.


Hingga berita ini diterbitkan, pihak KUD sebagai pemilik sah dalam catatan formal belum memberikan pernyataan resmi terkait status lahan dan keterlibatannya dalam penyelesaian konflik ini.

Sementara itu, proses pengurusan dokumen kepemilikan lahan oleh pihak yang mengklaim sebagai ahli waris masih berlangsung di kantor Badan Pertanahan Nasional (BPN) Banyuwangi. (Alex/Red)


©Copyright 2024 -mediaaktivisindonesia.com